Thursday, November 3, 2016

Pendakian Gunung Semeru via Ranupane - PART 1



Gunung Semeru dengan puncaknya Mahameru adalah salah satu gunung berapi di Jawa Timur yang paling banyak mendapat perhatian kunjungan para pendaki. Popularitas gunung ini di kalangan para pendaki secara umum mulai muncul ketika pemutaran film "5cm" walau sebelumnya kalangan pendaki kawakan sudah turut meramaikan Gunung Semeru. Namun tidak dipungkiri, berkat kehadiran film tersebut, gema aktivitas pendakian mulai terdengar dari para pendaki dari seluruh penjuru negeri yang mulai merambah dan ingin menjejakkan kakinya di tanah tertinggi di Pulau Jawa itu, menambah jumlah pengunjung di setiap harinya menjadi lebih ramai.

Di antara pendaki-pendaki yang berangkat ke Semeru karena terinspirasi film 5cm, terdapatlah saya dan teman-teman yang juga ingin menjejakkan kaki di Puncak Mahameru itu. Namun motivasi utama saya bukan karena ingin ikut-ikutan. Namun karena sebelumnya saya sudah hobi mendaki walau masih dalam tahap pengenalan dengan aktivitas luar ruang ini. Selain itu kami memandang jalur pendakian Gunung Semeru pada saat itu merupakan jalur yang kelihatannya "ramah" bagi kami. Ramah dalam artian jalurnya sudah jelas dan mudah dipelajari dari banyaknya blog yang mengulas karakteristik jalur dan ditambah juga banyaknya informasi dari teman-teman yang sudah pernah ke sana.

Yeah, tidak banyak penjelasan lagi ya. Pendakian Gunung Semeru via Ranupane kita mulai seperti biasa dengan mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya. Hingga pada akhirnya kami berburu anggota hingga terkumpul satu kelompok besar sebanyak 9 teman dan temannya teman kami. Saat itu merupakan saat yang sulit bagi kamimencari anggota pendakian karena teman-teman mayoritas sedang intensif mengerjakan skripsi. Sedangkan kami? Ha!

Novin, Mas Mayers, Saya, Mas Adit, Suci, Dina, Mahda, Liza, Mas Fahrul (yang moto)
Kami melaksanakan beberapa kali pertemuan atau briefing jauh hari sebelum pelaksanaan, tercetuslah suatu ide yaitu kelompok yang terdiri dari 9 orang kami bagi menjadi dua tim. Hal ini dilakukan supaya pembagian segala kebutuhan tim hingga perjalanannya jadi lebih terkoordinir. Tim pertama ada 3 orang yaitu Mas Fahrul, Mas Mayers dan Mas Adit (temannya teman kami, Suci) mereka anak UB. Sedangkan tim kedua terdiri dari 6 orang mahasiswa UMM tingkat akhir yaitu Suci, Novin, Liza, Dina, Mahda dan saya.

"Kebetulan" waktu itu tanpa sengaja ternyata kami semua merupakan satu kelompok yang punya kesamaan yaitu sama-sama melarikan diri dari tugas besar kami sebagai mahasiswa yaitu skripsi. Haha. (Sungguh kebetulan yang dibuat-buat ^_^) Tapi memang kami semua ternyata juga kebetulan punya masalah sendiri-sendiri selama mengerjakan skripsi. Yaah, anggap saja pelarian ini dapat menjadi titik balik atau penyemangat kami disela-sela lelah bimbingan.


Hari yang Dinantikan Tiba, Perjalanan Panjang Dimulai

Sesuai rencana, Senin tanggal 2 Juni 2014 pagi pukul 06.00, saya beserta tim 2  Pendakian Gunung Semeru via Ranupane berangkat bersama dari Malang ke arah Tumpang dengan menaiki motor namun dengan mampir dahulu ke arah Sawojajar untuk menjemput Novin di rumahnya. Sedangkan tim 1 berangkat agak siang karena ada satu lain hal. Namun sebelumnya kita sudah menentukan meeting point di Rest Area Ngadas.

Pagi itu pukul 06.30 kami tiba dan menggrebek rumah Novin di Sawojajar yang memang searah ke Tumpang. Kami memang sengaja tidak lewat jalur Blimbing-Pakis yang biasa dilewati para wisatawan Bromo/Semeru dari arah stasiun Malang karena jalanan rawan macet, kami lebih memilih lewat jalur pedesaan Jalan Madyopuro yang relatif lebih sepi jalurnya. Kemudian langsung tembus pasar Tumpang.

Di rumah Novin kami dijamu dengan jajanan-jajanan serta gorengan-gorengan yang masih hangat. Kami sebagai anak kosan sungguh berbahagia sekali mendapat asupan gizi yang gratis seperti ini (haha..gak gitu juga kali ah). Maka sekalian saja saat mau pamita berangkat, kami bawa sekalian jajanan tersebut sebagai cemilan di jalan nanti. Sungguh anak kos yang teladan!.

Penggrebekan Novin di Rumahnya. Eh, dia nya malah baru selesai mandi.
Singkat cerita, pukul 10 kiranya kami tiba di rest area Ngadas. Kemudian beberapa saat selanjutnya disusul oleh tim 1. Kami lalu mengecek kembali barang bawaan. Seperti kebutuhan tim hingga kebutuhan pribadi. Saya teringat sosis saya dan 'sosis'nya Novin ketinggalan. Waduh. Akhirnya kita turun ke kampung untuk berburu sosis.

Sekembalinya kami, tanpa rencana sebelumnya ternyata beberapa teman-teman ada yang merencanakan untuk naik mobil Jeep dan tidak jadi membawa motornya sampai Ranu Pane karena motornya berat. Eh salah, maksudnya karena medannya berat. Namun beberapa teman yang lain tetap ingin melanjutkan perjalanan dengan motor termasuk saya. Akhirnya tim berpisah disini.

Berkumpul di Rest Area Poncokusumo sebagai lokasi meeting point kami

Dina ikut rombongan penumpang jeep. Eh, itu plat AG ya??
Kami melanjutkan perjalanan sesuai kendaraan kami masing-masing. Kami yang naik motor sudah siap untuk menghadapi medan yang berat bagi pengendara kota seperti kami. Perjalanan didominasi jalur aspal yang agak rusak kemudian lanjut jalan cor yang sudah rusak. Stabil dengan tanjakannya yang tanpa henti membuat mesin motor kami kepanasan sehingga harus istirahat beberapa kali untuk mendinginkannya. Mungkin perjalanan menjadi agak lama namun kami menikmati suguhan pemandangan yang menyejukkan mata.

Hampir 1 jam kami berkendara menembus hutan, melewati pedesaan demi pedesaan, tanjakan demi tanjakan hingga akhirnya kami tiba dan beristirahat di lokasi persimpangan antara jalur ke Bromo dan ke Ranu Pani. Kami mengambil lokasi berhenti di setelah persimpangan tersebut agar aman karena beberapa pengendara jeep terkadang berlalu dengan kecepatan tinggi. Kami harus berhati-hati memarkir kendaraan.

Lokasi yang kami pilih ini ternyata lokasi yang memiliki view yang luar biasa. Warga sekitar menyebut lokasi ini dengan nama Lembah Jemplang. Yang jelas lokasi ini terletak di pinggir jalan di atas bibir tebing yang sangat curam. Kita bisa langsung memandang hamparan kawasan lautan pasir Gunung Bromo. Namun Gunung Bromo tidak terlihat. Yang terlihat secara langsung adalah Gunung Widodaren dan bukit Teletubbies di lerengnya. Menambah apik pemandangan yang saat itu berwarna hijau-hijau segar.

Pemandangan Rute menuju Gunung Bromo, Bukit Teletubbies, dengan background Gunung Widodaren yang cantik

Pemandangan Lembah Jemplang dan sekitarnya. (Foto ini diambil pada kesempatan beberapa waktu sebelumnya)
Sudah cukup puas kami berfoto-foto, mesin kendaraan juga sudah dingin, kami melanjutkan perjalanan menuju arah Desa Ranupane. Jalanan selanjutnya didominasi aspal halus yang sepertinya masih baru sehingga kami dapat melaju agak cepat. Namun saat mendekati Desa Ranupane, jalanan kembali rusak. Lalu kami tak sengaja menyusul mobil jeep teman-teman kami dari arah belakang. Kami pun mengikutinya hingga tiba di desa terakhir.

Pukul 11 kami tiba di Desa Ranu Pane. Desa ini terkenal di kalangan pendaki Gunung Semeru karena memang merupakan desa terakhir menuju tujuan utama yaitu Gunung Semeru. Selain itu di desa ini beberapa kali dijadikan lokasi syuting judul-judul film lokal ternama seperti '5cm' dan 'Tendangan dari Langit'. Kami kemudian memarkirkan kendaraan kami dilanjutkan berjalan menyusuri pinggiran danau Ranupane yang indah.

Tak sadar tiba-tiba waktu sudah masuk dhuhur. Kami langsung menuju masjid, kemudian kita solat berjamaah. Kemudian di teras masjid kita nongkrong-nongkrong ngobrol-ngobrol begitu dan begini. Kami tidak terburu-buru karena rencananya kami akan menginap semalam di desa ini.

Danau Ranupane, bangunan-bangunan Pos Perijinan dan Puncak Mahameru yang mengintip di belakangnya

Suasana salah satu sudut Desa Ranupane kala itu

Ranu Regulo, Danau Tersembunyi yang Indah

Tak lama kami melihat mobil yang berisi 3 bapak-bapak parkir di halaman masjid. Sepertinya mereka datang ke Ranupane untuk bernostalgila masa mudanya dulu. Sambil mengantri ke kamar kecil mereka mengobrol bersama kami menjelaskan kalau mereka berasal dari Jember, lalu kami diberi edamame yang merupakan produk unggulan di sana. Sekejap penganan itu habis diserbu oleh kami (makasih pak!). Kami lanjut jalan menuju Ranu Regulo. Tim 1 tidak gabung dengan kami, melainkan ingin mendirikan tenda di dekat danau Ranupane katanya.

Sampai di belokan sebelum masuk ke jalan yang mengarah ke Ranu Regulo, kami disuguhi dengan acara kesenian semacam tari-tarian bantengan. Sejenak kami menikmati sajian tari-tarian tersebut. Beberapa penarinya terlihat ganas seperti banteng sungguhan, dan terlihat pula beberapa penarinya seperti kesurupan. Sebenarnya kami agak takut "diseruduk" karena mereka menari di tengah jalan kami menuju pos perijinan. Akhirnya kami mengikuti beberapa pendaki lain dengan menyelinap melewati kolong panggung yang ada di pinggir jalan agar aman dari serudukan banteng-banteng tersebut (hehehe).

Kedatangan kami bertepatan dengan event hiburan rakyat Desa Ranupane yang menampilkan seni tari Bantengan
Kira-kira tidak sampai 5 menit berjalan kaki kami tiba di sebuah danau yang indah. Arahnya adalah dari arah belakang pos perijinan. Kami berniat bermalam satu malam disini untuk aklimatisasi. Dan ternyata, di sini suasananya cukup membuat pikiran menjadi tenang karena tempat ini sepi pengunjung. Sejuk, sepi dan senyap dihiasi sedikit kabut menambah kesan sakral. Namun ada satu hal yang menarik perhatian kami. Di sana ada satu ibu-ibu yang sepertinya tidak punya tempat tinggal. Mungkin dulu terkena suatu masalah hingga beliau suka lama menetap di sekitar danau itu.

Sambil buka keril, sambil dirikan 2 tenda, kami terus mengamati gerak-gerik ibu itu. Nah. Ternyata saya baru ingat kalau dulu saya pernah baca artikel tentang Ranu Regulo. Katanya ibu itu memang seorang warga desa Ranupane yang mengalami peristiwa yang cukup menyedihkan. Dulu konon ada kejadian, anaknya tenggelam saat bermain bersama teman-temannya di Ranu Regulo. Akibatnya hingga kini ibu tersebut entah paham atau tidak tapi beliau tetap berada di sekitar danau untuk menunggu kedatangan putranya. Hiii serem juga ya.

Berjalan sebentar saja dari Pos Perijinan sudah sampai di lokasi yang indah

Ranu Regulo, danau yang tidak kalah indahnya dengan Ranu Kumbolo

Menikmati sore bersama seluruh anggota tim

Kabut, udara dingin dan angin sepoi-sepoi menambah kesejukan Ranu Regulo
Senja itu kami hanya bersantai-santai menghemat tenaga sambil menikmati suasana yang sungguh tenang. Dan malam itu juga kami bermalam di Ranu Regulo untuk istirahat sambil menikmati proses aklimatisasi. Udara di Ranupane – Ranu Regulo benar-benar dingin menghajar tubuh kami tanpa ampun! Kami pun akhirnya tertidur dengan badan yang menggigil.

Selasa 3 Juni 2014 kami awali hari dengan bersiap-siap berangkat menuju lokasi camp selanjutnya yaitu Ranu Kumbolo. Namun sebelumnya kita harus melalui proses administrasi pos perijinan yaitu bertempat di Kantor BBTNBTS (Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) Ranupane. Setelah packing tenda dan lain sebagainya pukul 7.45 tepat kami berjalan menuju pos perijinan untuk mendaftarkan semua anggota sekaligus membayar retribusi. Selain itu seluruh barang bawaan kami didata dan di cek langsung oleh relawan.

Jangan lupa untuk kalian yang akan mendaki Gunung Semeru harus membawa surat Keterangan Sehat dari dokter ya. Yang dari dukun gak usah dibawa. Terus jangan lupa juga yang paling penting adalah membawa materai untuk keperluan administrasi pendaftaran. Jika tidak maka pihak perijinan akan sulit memberi kita ijin untuk mendaki. Ribet? No. Setiap perijinan lokasi pendakian/taman nasional pasti punya aturan dan persyaratannya sendiri-sendiri yang bisa jadi berbeda-beda satu dengan yang lain sesuai kebutuhan. Kita sebagai tamu seharusnya menaati dan melaksanakan apa saja aturan-aturan yang berlaku demi kebaikan bersama.

Papan nama BBTNBTS. (Foto ini diambil pada kesempatan beberapa waktu sebelumnya)

Selamat Datang para Pendaki Gunung Semeru

Kami berjalan di medan beraspal sekitar beberapa menit selanjutnya dan tibalah kami di gapura yang bertuliskan sambutan untuk para pendaki yang akan mendaki atap Jawa. Di sana kami istirahat sebentar kemudian lanjut jalan lagi. Setelah melewati pinggiran ladang penduduk, pukul 9 kami disambut oleh tanjakan yang sepertinya sengaja terdesain untuk menjatuhkan mental kami-kami yang masih wangi aroma parfum itu.

Satu langkah, dua langkah, tiga…..belas…..tiga..puluh langkah... Tiba-tiba Novin berhenti. Saya melihatnya dan bertanya kepadanya: “Pin, awakmu tambah putih yo saiki”. “Putih gundulmu, pucet iki behhh!!” sahut Novin sambil meringis keenakan. Dia pun kemudian muntah. Sekedar informasi, ini adalah gejala masuk angin. Muka pucat, perut kembung, keringat dingin, plus muntah apabila diperlukan. Saya kasihan melihatnya, kemudian saya mengeluarkan senjata ampuh melawan masuk angin yaitu Ant*angin. Sementara tim 1 ditambah Suci pamit jalan duluan. Sisanya ditambah mas Adit dan mas Mayers menemani Novin hingga sembuh.

Setelah beberapa lama Novin merasa keenakan merasakan sensasi pijitan tangan ampuh saya. “Udah enakan? OK lanjut ye.” Selanjutnya kami yang tersisa 6 orang ini berbondong-bondong melanjutkan perjalanan berat padat merayap melalui tanjakan panjang ini. Tiba-tiba tanjakan sudah habis. Tandanya kami sudah dekat dari lokasi Landengan Dowo. Ini adalah yang berbentuk pinggiran jurang, dengan medan relatif datar dan berpaving. Di sisi kanan terdapat tumbuhan-tumbuhan lebat. Jarak antara pos perijinan ke Landengan Dowo sejauh 3 km.

Gapura selamat datang Pendaki Gunung Semeru. Lokasi Landengan Dowo. Novin masih menahan rasa sakit perutnya
Pukul 10 setelah kami melewati lokasi Landengan Dowo, Novin pun semakin merasa lebih enakan dari sebelumnya. Saya ikut lega. Lanjut jalan menyusuri jalan setapak yang sudah dipaving kemudian tepat di tikungan kami sampai di pos 1. Wah disini ada tukang jualan minuman. Terus ada gorengan, rokok, sampai  buah-buahan semangka juga ada! Kami menikmati jajanan yang ada sebisanya sebelum nanti di atas tidak ketemu penjual lagi.

Cukup lama kami beristirahat di Pos 1, perut kenyang, semua senang. Pendaki-pendaki yang lain juga mulai berdatangan untuk beristirahat di Pos tersebut. Agar dapat bergantian maka kami lanjutkan perjalanan. Hampir 1 jam berjalan kami tiba di pos 2. Rehat sejenak kemudian cus jalan lagi. Kita tidak perlu khawatir dengan arah jalur pendakian karena tidak ditemukan percabangan di jalur ini. Petunjuk jalurnya pun cukup jelas.

Tanjakan, turunan, tanjakan lagi, belok kanan, belok kiri, tanjakan, sampailah di lokasi Watu Rejeng. Sebuah lokasi dengan pemandangan tebing batuan yang indah, namun sayang saat itu kabut sedang cantik-cantiknya. Jadi tidak bisa kita ambil potretnya. Jarak antara Landengan Dowo ke Watu Rejeng sejauh 3 km.

Istirahat sejenak, terus lanjut. Medan yang sama masih tetap jadi santapan kami siang itu hingga bosan. Jalan sudah mulai tidak berpaving, kemudian kami tiba di jembatan kayu. Jembatan ini tidak terlalu besar. Setelah itu tanjakan, tanjakan, turunan, belok kanan, melipir, kayang, salto, belok kanan, kiri lagi, ulangi terus terusss dan mulai terasa mau ‘pingsan tapi boong’, itu tandanya kita sudah dekat dengan Pos 3. Tandanya kita akan melewati jembatan kayu berwarna oranye.

Lokasi Watu Rejeng, berkabut sehingga hanya bisa memotret plang penandanya saja

Jembatan Oranye yang banyak disebut oleh kebanyakan pendaki sebagai Jembatan Cinta
Jarak pos 2 hingga pos 3 memang lumayan panjang tapi medannya relatif ringan dan tanjakannya pun juga ramah-ramah (hehe). Dan ternyata pos 3 sudah dibenahi waktu itu. Karena setahun sebelumnya ketika saya terakhir melihat pos ini wujudnya hampir rata dengan tanah. Entah mengapa.

Oiya sekedar catatan, di sepanjang jalur Semeru via Ranupane terdapat istilah pos/shelter dan lokasi/area. Dua jenis tempat ini berbeda. Kalau pos/shelter adalah tempat beristirahat/berteduh. Disediakan di beberapa tempat strategis yang jaraknya sudah disesuaikan satu sama lain agar ideal dijadikan sebagai tempat istirahat. Sedangkan lokasi/area merupakan beberapa tempat yang memiliki ciri khas dan unsur tertentu yang berbeda satu lokasi dengan yang lain, atau bisa dibilang lokasi/area di sini adalah sebagai atraksi (attraction) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Setelah melihat-lihat keadaan, akhirnya kita asal duduk saja di tanah karena pos 3 sudah penuh sesak oleh teman-teman pendaki lain yang istirahat juga. Setelah terasa lega sedikit, kita lanjutkan perjalanan. Lalu, daan, kemudian.., eng ing eeeng… Jeduarr.. Kita disuguhi tanjakan macam realita kehidupan yang begitu kejamnya. Kejam! Karena nama tanjakan cinta sudah ada, maka kami menamai tanjakan ini dengan nama nama tanjakan tinja. (Hehe ^_^v)


Ranu Kumbolo, Serpihan Surga yang Jatuh ke Bumi

Sedikit demi sedikit tanjakan kami jalani dengan sabar, tekun, rajin, tulus, ikhlas dan percaya diri tapi dengan merangkak dan memelas. 59 menit lebih siksaan itu akan berakhir indah. YAP. Kami hampir tiba di pos 4. Medan sudah mulai landai dan memutar melipir berbelok ke arah kanan. Di sebelah kiri kami disuguhi pemandangan lautan awan. Sungguh indah sekali.

Baru sampai sinisudah disuguhi lautan awan. MasyaAllah indahnya

Gunung Semeru dan Puncaknya Mahameru berdiri dengan gagahnya di atas lautan awan
Kemudian kami semua berjalan agak cepat karena medannya memang kebanyakan landai, dan kami juga ingin segera melihat Ranu Kumbolo. Setelah lebih dari 10 menit berjalan cepat, kami disuguhkan dengan view Ranu Kumbolo yang terlihat sudah tidak jauh lagi. Indah sekali. Namun sepertinya Dina, Liza dan Novin masih kelelahan akibat tanjakan tadi. Sedangkan Mahda sudah melaju cepat ke arah Ranu Kumbolo. Mas Adit dan Mas Mayers menemani beberapa anggota tim yang kelelahan, sedangkan saya mengikuti Mahda takut kalau-kalau ada apa-apa.

Saya berjalan cepat bahkan kadang berlari-lari kecil tapi belum juga menemui Mahda. Akhirnya saya teriaki saja barangkali dia mendengar kemudian berhenti. Karena jalan stabil mendatar saya pun  mencoba berlari hingga kemudian saya berhenti dan melongo melihat arah kiri bawah. Ternyata Mahda malah sedang asyik-asyiknya duduk di atas batu menikmati pemandangan Ranu Kumbolo lalu melihat saya sambil ketawa-ketiwi.

Saya hampiri kemudian kami menyempatkan istirahat di batu ini yang ternyata tempat yang biasa digunakan para pendaki untuk berfoto dengan latar belakang Ranu Kumbolo yang terlihat dari jauh. Walaupun sebenarnya sedikit lagi sudah dekat dengan pos 4, tapi kami beristirahat di sini saja karena sudah PW.

Kemudian anggota yang lain menyusul kami dan beristirahat bersama di sini. Kecuali Mas Adit dan Mas Mayers yang pamit duluan ingin segera bertemu mas Fahrul dan Suci yang sepertinya sudah menunggu lama di Ranu Kumbolo. 15 menit tak terasa kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju area camp Ranu Kumbolo yang terlihat dekat padahal aslinya masih jauh.

Akhirnya terlihat juga penampakan Sang Ranu Kumbolo, surganya para pendaki

Yang nyariin sampai capek jalan sambil lari, eeh dianya enak-enak nongkrong disitu

Akhirnya kita ikut gabung dan berfoto di batu ini (hehe)

Pukul 15.00 lebih beberapa menit akhirnya kita sampai juga di camp area Ranu Kumbolo. Kami sebelumnya tidak melewati tanjakan dan turunan terjal untuk mencapai lokasi camp Ranu Kumbolo karena Dina dan Liza mengajak melewati pinggiran sebelah kanan danau karena penasaran dengan jalur ini.

Ternyata sama saja, yang kami harapkan adalah jalur rata, tapi tetap saja ada saja rintangannya. Lewat pinggiran danau malah kita disulitkan dengan adanya akar-akar pohon yang mengganggu berjalannya kami, belum lagi banyak pohon tumbang yang harus kami langkahi satu persatu, kemudian ada juga beberapa jalan sempt yang memaksakami ekstra hati-hati kalau-kalau terpeleset ke danau.

30 menit kami berjalan dengan susah payah di pinggiran danau akhirnya kami tiba di lokasi teman-teman tim 1. Mereka sudah menunggu sejak lama katanya. Kami taruh semua barang bawaan dan beristirahat sambil menikmati suasana di sana. Kebetulan pada waktu itu matahari agak redup, tanpa kabut, angin sejuk sepoi-sepoi. Sehingga membuat kami betah bermalas-malasan. Hmm.. sungguh, sore yang indah!

Sore yang syahdu di Ranu Kumbolo
Mata saya tertuju pada spot sunrise. Semoga besok kami dapat sunrise yang sempurna. Karena hari mulai sore, sebelum gelap kami harus bergegas memindahkan barang-barang dan mendirikan tenda. Kemudian yaa begitulah selanjutnya. masak-masak, makan-makan, ngemil-ngemil, hingga malam tiba. Sejenak sebelum masuk tenda kami merencanakan teknis perjalanan esok harinya enaknya bagaimana. Setelah selesai baru kami langsung masuk ke tenda masing kemudian..zz..Z.z.

Pagi tiba. Mata enggan terbuka dan ingatan saya pagi itu mulai kembali di kepala. Mari kita lanjutkan. Hari itu adalah hari Rabu tanggal 4 Juni 2014. Seingat saya subuh itu adalah pagi terdingin selama hidup saya. Males bangun? Iya. Betul sekali. Tapi kalau kita tidak segera bangun, ya tidak kemana-mana.

Alarm hp bunyi sejak pukul setengah 5. Nadanya seperti nendang-nendang telinga saya. Mengajak nonton sunrise Ranu Kumbolo. Kami melakukan aktivitas subuh seperti biasa, pakai cologne, pake parfum, tisu basah buat muka (tapi kini di Semeru sudah dilarang membawa tisu basah), lalu saya buka tenda. Dan, wow dingin sekali. Tapi kami malah jadi tambah semangat. Karena sunrise baru akan muncul. Jadi kami tidak telat untuk menikmati momen ini. Kamera hp sudah disiapkan untuk apalagi kalau bukan buaaat… Ya, buat ini:

Menantikan saat sunrise di Ranu Kumbolo
Inilah nikmat pendaki yang membuat kita kangen selama kita menjalani kesibukan-kesibukan kita yang membosankan di kota. Perfect sunrise, good friends. PERFECT MOMENT! Ok, tapi sayangnya sunrise tidak bertahan selamanya disini. Dia cuma akan singgah selama beberapa menit, setelah itu kita harus melanjutkan kegiatan kita. Atau kalau tidak, ngantuk akan datang kembali. Maka setelah kami capek berfoto-foto ria, kami lalu ambil botol-botol Aq*ua untuk ambil air buat masak dan minum. Ternyata airnya sedikit kotor. Tidak terlalu jernih seperti saat saya terakhir kesana setahun sebelumnya.

Di beberapa tempat di pinggiran danau ada beberapa sisa makanan, beras-beras berjatuhan dan sedikit sampah. Jadi kami harus cari pinggiran danau yang lebih bersih sedikit. Gerutu saya dalam hati: “Yaah, mungkin ini ulah mereka-mereka yang belum tahu cara mencuci piring yang benar di sini supaya tetap menjaga kebersihan danau". Atau mungkin mereka sudah paham caranya, namun karena malas atau entah ada faktor lain sehingga seenaknya sendiri membuang limbah sisa cuci peralatan masak/makan langsung di air danau Ranu Kumbolo. Sungguh tega sekali.

Bersambung...

Lanjutan perjalanan pendakian kami dapat dibaca di sini: Pendakian Gunung Semeru via Ranupane - PART 2


BONUS:


Advertisement
Disqus Comments