Halo-halo-halo.. Terima kasih masih terus bersama kami di Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Semeru via Ranupane. Di Part 2 ini kita akan melanjutkan perjalanan saya yang sudah bermalam camp 1 jalur pendakian Gunung Semeru yaitu Ranu Kumbolo. Perjalanan selanjutnya mari kita baca bersama-sama. Bagi yang belumbaca part 1 nya bisa dibaca di sini: Pendakian Gunung Semeru via Ranupane Part 1 .
Setelah cukup ambil air dari danau, kami langsung kembali ke tenda lalu menyiapkan sarapan pagi. Sarapan, packing, siap berangkat. Hari itu kami mulai lagi perjalanan dengan doa dan harapan bahwa tujuan kita bukan puncak. Yak tujuan kita Bukan Puncak! Karena sebenarnya tujuan kita yang paling utama adalah rumah. Pulang ke rumah dengan keadaan sehat. Sesehat saat kami berangkat kemarin. Betul kan sodara?
Tanjakan Cinta. Jangan percaya mitos! Hehe~ |
Langkah pertama kami ambil, kemudian kami memandang ke depan. Di sana terdapat satu tanjakan yang entah kenapa disakralkan oleh para pendaki-pendaki itu. Setiap pendaki yang menaiki tanjakan ini disarankan untuk tidak boleh lihat ke belakang. Atas beberapa alasan. Yak, tanjakan ini dinamai Tanjakan cinta. Nah, kemudian dalam hati saya berpikir, "Kenapa dinamakan Tanjakan Cinta ya?
Di setengah perjalanan dari tanjakan itu saya melihat Mas Fahrul, Bang Adit dan Mas Mayers sudah jauh di depan. Dina dan Liza yang tepat di depan saya juga berjalan dengan semangatnya, saya pun jadi ikut semangat. “Va Nova, JANGAN LIAT KE BELAKANG”, kata Novinzz di belakang saya. Tanpa sadar, mungkin karena faktor x saya melihat kebelakang setelah dipanggil tadi. Kemudian saya sadar saya sudah menengok ke belakang. Tapi tunggu, ternyata Rakum cakep juga dilihat dari sini. Dimana beberapa pendaki melewatkan view ini karena keyakinan mereka “jangan lihat belakang”. Sayang sekali sodara-sodara. Saya pun memfoto pemandangan indah ini beberapa kali sambil jalan, lalu tiba lah kami di puncak Tanjakan Cinta.
Di setengah perjalanan dari tanjakan itu saya melihat Mas Fahrul, Bang Adit dan Mas Mayers sudah jauh di depan. Dina dan Liza yang tepat di depan saya juga berjalan dengan semangatnya, saya pun jadi ikut semangat. “Va Nova, JANGAN LIAT KE BELAKANG”, kata Novinzz di belakang saya. Tanpa sadar, mungkin karena faktor x saya melihat kebelakang setelah dipanggil tadi. Kemudian saya sadar saya sudah menengok ke belakang. Tapi tunggu, ternyata Rakum cakep juga dilihat dari sini. Dimana beberapa pendaki melewatkan view ini karena keyakinan mereka “jangan lihat belakang”. Sayang sekali sodara-sodara. Saya pun memfoto pemandangan indah ini beberapa kali sambil jalan, lalu tiba lah kami di puncak Tanjakan Cinta.
Savana Oro-oro Ombo. Padang Rumput yang Berwarna Ungu
Kami istirahat di lokasi setelah tanjakan cinta. Di sini kami duduk-duduk dan menghela nafas sambil menikmati padang rumput Oro-oro Ombo. Beruntungnya kami karena saat itu adalah saat dimana hampir seluruh area padang rumput sedang berwarna hijau segar dan diwarnai bunga-bunga ungu. Bunga ini sangat spesial dan sudah saya ulas di artikel: Verbena Brasiliensis Vell Sang Primadona Oro-oro Ombo Semeru.
Di sepanjang jalur Pendakian Gunung Semeru via Ranupane tersebut, lokasi ini benar-benar mampu menyegarkan mata kami di pagi agak siang yang panas menyengat itu. “Bagus ya”, kata Mahda. Sambil duduk-duduk dan mengembalikan nafas yang masih tersengal-sengal, tiba-tiba kami didatangi dan dinasehati oleh bapak-bapak yang mengingatkan kami jangan istirahat duduk lama-lama nanti cepat capek. Cukup panjang kali lebar bapak-bapak itu menasehati kami. Dalam hati saya, “Apaan sih bawel amat. Iya elu kagak bawa apa-apa.” Karena barang-barang bapak itu dibawakan porter. Suci dan Mahda Cuma senyum-senyum saja saat mendengarkan bapak itu berpidato panjang lebar. Oke-oke-okee..ayok kita lanjut lagi. Ada benernya juga bapak itu.
Di sepanjang jalur Pendakian Gunung Semeru via Ranupane tersebut, lokasi ini benar-benar mampu menyegarkan mata kami di pagi agak siang yang panas menyengat itu. “Bagus ya”, kata Mahda. Sambil duduk-duduk dan mengembalikan nafas yang masih tersengal-sengal, tiba-tiba kami didatangi dan dinasehati oleh bapak-bapak yang mengingatkan kami jangan istirahat duduk lama-lama nanti cepat capek. Cukup panjang kali lebar bapak-bapak itu menasehati kami. Dalam hati saya, “Apaan sih bawel amat. Iya elu kagak bawa apa-apa.” Karena barang-barang bapak itu dibawakan porter. Suci dan Mahda Cuma senyum-senyum saja saat mendengarkan bapak itu berpidato panjang lebar. Oke-oke-okee..ayok kita lanjut lagi. Ada benernya juga bapak itu.
Savana Oro-oro Ombo. Waah, banyak bunga-bungaaaa~ |
Di perjalanan itu kami melewati tengah-tengah Oro-oro ombo. Sedikit berfoto-foto. Kemudian jalan lagi. Akhirnya kita sampai di lokasi yang bernama Cemoro Kandang. Betapa bahagianya kami saat melihat di sini ternyata ada penjual makanan dan minuman seperti saat di pos 1 kemarin. Tapi wait, harganya gimana gan? Kita tunggu saja nanti apa yang terjadi. “Gedang gorenge jek anget mas”, kata penjual yang masih asli keturunan Tengger. Terlihat dari sarung yang dia selempangkannya di pundak. Ternyata harganya sama saja. Kita maklum saja lah karena penjual-penjual itu membawa dagangannya ke atas gunung beginijuga susah payah.
Sesudah lama duduk-duduk. Makan beberapa jajanan dan minum, kami lanjutkan perjalanan melewati pohon-pohon pinus tua yang menurut saya sangat sangat sangat membuat saya kagum. Ada juga beberapa, banyak sih, pohon-pohon pinus besar yang habis tumbang. Menggoda kami untuk sering duduk beristirahat. Oh iya, selama perjalanan ini tim 1 dan 2 berjalan bersama karena jarak dari Ranu Kumbolo ke Kalimati relatif lebih dekat daripada jarak dari Ranupane ke Ranukumbolo.
Sesudah lama duduk-duduk. Makan beberapa jajanan dan minum, kami lanjutkan perjalanan melewati pohon-pohon pinus tua yang menurut saya sangat sangat sangat membuat saya kagum. Ada juga beberapa, banyak sih, pohon-pohon pinus besar yang habis tumbang. Menggoda kami untuk sering duduk beristirahat. Oh iya, selama perjalanan ini tim 1 dan 2 berjalan bersama karena jarak dari Ranu Kumbolo ke Kalimati relatif lebih dekat daripada jarak dari Ranupane ke Ranukumbolo.
Jambangan, Mahameru mengintip di Pucuk-pucuk Pepohonan
Sepertinya kami sudah dekat dengan Camp Kalimati beberapa puluh menit saat kami tiba di lokasi yang bernama Jambangan. (Apa ya arti kata Jambangan?). Di sini kata Mas Fahrul kita sudah bisa melihat puncak Mahameru. Tapi saya lihat kanan kiri cuma ada padang rumput kecil, pohon-pohon bunga edelweiss dan langit yang berkabut. Yah, sayang sekali.
Kemudian kita mulai jalan lagi, jalan lagi. "Capek? Istirahat bro! Ini liburan, bukan wajib militer! Haha". Selang beberapa puluh menit akhirnya sekitar pukul 1 kami tiba di lokasi Kalimati. Teruss berjalan mencari spot camp yang bisa memberikan kenyamanan. Setelah dapat, kemudian kami pasang tenda. Beberapa teman sepertinya akan turun ke Sumber Mani untuk ambil air. Dan saya pun segera menghampiri lalu dengan sigap dan tegas meneriaki mereka. “Ati-ati rek!”. Hehe. Nanti lah saya ikut, masih capek. Saya kemudian membantu para ibu-ibu tim perjalanan ini menyiapkan tenda dan masakan untuk makan sore kami.
Tenda sudah berdiri, teman-teman dari Sumber Mani belum kembali. “Jauh ya?”. Tanya saya ke teman-teman. “Bukan jauh bro. Tapi juauh”. Hem. Tapi mau gimana lagi itu adalah satu-satunya sumber air di sini. Mungkin beberapa porter ada yang berjualan air dari sumber ini di dekat Pos Shelter Kalimati, namun harganya cukup fantastis bagi kantong-kantong Mhs seperti kami. 1 botol dihargai Rp.10ewu. Mahal? "Enggak lah. Ini gunung bos. Gak ada yang murah di sini". Hahaha.
Kemudian kita mulai jalan lagi, jalan lagi. "Capek? Istirahat bro! Ini liburan, bukan wajib militer! Haha". Selang beberapa puluh menit akhirnya sekitar pukul 1 kami tiba di lokasi Kalimati. Teruss berjalan mencari spot camp yang bisa memberikan kenyamanan. Setelah dapat, kemudian kami pasang tenda. Beberapa teman sepertinya akan turun ke Sumber Mani untuk ambil air. Dan saya pun segera menghampiri lalu dengan sigap dan tegas meneriaki mereka. “Ati-ati rek!”. Hehe. Nanti lah saya ikut, masih capek. Saya kemudian membantu para ibu-ibu tim perjalanan ini menyiapkan tenda dan masakan untuk makan sore kami.
Tenda sudah berdiri, teman-teman dari Sumber Mani belum kembali. “Jauh ya?”. Tanya saya ke teman-teman. “Bukan jauh bro. Tapi juauh”. Hem. Tapi mau gimana lagi itu adalah satu-satunya sumber air di sini. Mungkin beberapa porter ada yang berjualan air dari sumber ini di dekat Pos Shelter Kalimati, namun harganya cukup fantastis bagi kantong-kantong Mhs seperti kami. 1 botol dihargai Rp.10ewu. Mahal? "Enggak lah. Ini gunung bos. Gak ada yang murah di sini". Hahaha.
Kalimati. Ikut nampang dulu kagak dosa kan. |
Makan siang kami sudah hampir siap dan kami makan bersama-sama. Di kota kita akan jarang menemukan kebersamaan seperti ini. Bener-bener bikin kangen. Alhamdulillah... Perut sudah kenyang, kami lanjut istirahat. Rencana muncak nanti malam juga sudah kami siapkan se rapi mungkin. Sehingga jika terjadi apa-apa kita sudah tau harus bagaimana. Kami harus menghemat tenaga yang ada. Semoga tidak hujan dan semoga lancar sampai tujuan!
Malam yang Panjang dan Melelahkan, Summit Attack Mahameru!
Singkat cerita, malam terlewati dan saat itu pukul 23.00 seingat saya. Hari Kamis, tanggal 10 Juni 2014 saya terbangun dari tidur. Gerimis. Dalam hati saya was-was. Tapi saya tidak mempedulikannya dan lebih asyik untuk menyiapkan masakan untuk makan kami sebelum berkegiatan. Oke makanan sudah siap, Dina dan Suci menyiapkan jelly rasa melon susu sebagai cemilan kami saat muncak nanti. Syukurlah hujan reda. menambah semangat kami untuk segera bersiap. Pukul 01.15 kami sudah siap berangkat. Briefing dimulai. “Yang sakit bilang, jangan diem, jangan gengsi. Berangkat sama-sama, pulang sama-sama. Capek istirahat, udah gitu jalan lagi”. Itulah kiranya
kesimpulan briefing kami sebelum berangkat. Lalu kami berdoa bersama, kemudian berangkat bersama rombongan yang lain yang ingin muncak juga. Oke let’s start!. Bismillah.
Ternyata jalur ke puncak nanti telah sedikit dirubah, karena ada satu lain hal sehingga kita tidak melewati kawasan Arcopodo seperti biasanya, kata Suci. Lalu kami mulai perjalanan kami dini hari itu. Sejauh mata memandang, jalan yang menanjak menghiasi perjalanan kami. Pohon-pohon, semak-semak dan rerumputan masih banyak Semakin ke atas, kami melihat pinus-pinus gosong, mencium aroma seperti korek jazz. Apa yang terjadi mungkin akibat kebakaran hutan rutin yang biasanya 1terjadi tiap kemarau.
Beberapa puluh menit terlewati akhirnya kita sampai di Kelik. Yap. Kelik adalah titik batas vegetasi yang terdapat tanda memoriam untuk mengenang beberapa pendaki yang pernah terkena musibah di sini. Jalanan sudah berganti menjadi keseluruhan pasir dan tidak ada lagi pepohonan. Dua langkah maju, mundur satu langkah. Itu adalah rumus yang pasti di sini. Karena saat kita melangkahkan kaki di tanjakan pasir ini yang terjadi adalah kaki kita akan menurun sedikit dengan sendirinya.
Waktu berlalu dan beberapa teman-teman sudah berada jauh di atas, tapi saya dan Dina masih bisa mendengar mereka. Saya membarengi Dina yang sepertinya sudah kelelahan. Kami mengobrol panjang lebar, tertawa panjang lebar, dan beberapa kali istirahat. Ternyata Dina sakit dan saya menawarkannya untuk turun. Tapi saya juga bingung selanjutnya harus bagaimana. Kemudian setelah terjadi sedikit drama antara saya, Dina, Novin dan Mahda, (saya jadi pengen ketawa sendiri kalau ingat kejadiannya saat itu) akhirnya Dina setuju untuk turun.
Ternyata jalur ke puncak nanti telah sedikit dirubah, karena ada satu lain hal sehingga kita tidak melewati kawasan Arcopodo seperti biasanya, kata Suci. Lalu kami mulai perjalanan kami dini hari itu. Sejauh mata memandang, jalan yang menanjak menghiasi perjalanan kami. Pohon-pohon, semak-semak dan rerumputan masih banyak Semakin ke atas, kami melihat pinus-pinus gosong, mencium aroma seperti korek jazz. Apa yang terjadi mungkin akibat kebakaran hutan rutin yang biasanya 1terjadi tiap kemarau.
Beberapa puluh menit terlewati akhirnya kita sampai di Kelik. Yap. Kelik adalah titik batas vegetasi yang terdapat tanda memoriam untuk mengenang beberapa pendaki yang pernah terkena musibah di sini. Jalanan sudah berganti menjadi keseluruhan pasir dan tidak ada lagi pepohonan. Dua langkah maju, mundur satu langkah. Itu adalah rumus yang pasti di sini. Karena saat kita melangkahkan kaki di tanjakan pasir ini yang terjadi adalah kaki kita akan menurun sedikit dengan sendirinya.
Waktu berlalu dan beberapa teman-teman sudah berada jauh di atas, tapi saya dan Dina masih bisa mendengar mereka. Saya membarengi Dina yang sepertinya sudah kelelahan. Kami mengobrol panjang lebar, tertawa panjang lebar, dan beberapa kali istirahat. Ternyata Dina sakit dan saya menawarkannya untuk turun. Tapi saya juga bingung selanjutnya harus bagaimana. Kemudian setelah terjadi sedikit drama antara saya, Dina, Novin dan Mahda, (saya jadi pengen ketawa sendiri kalau ingat kejadiannya saat itu) akhirnya Dina setuju untuk turun.
Perdebatan Hati: Obsesi Puncak yang Terpendam
Saya
melihat tidak jauh di bawah sekitar 10m ada pendaki lain yang sedang
turun. Saya teriaki, sambil saya beri kode SOS pakai lampu senter.
Mereka membalas pesan tersebut kemudian pelan-pelan saya hantarkan Dina
turun. Saya sangat-sangat menyesalinya karena saat itu saya tidak
mengantarkan Dina untuk ikut turun ke Kalimati dan memastikannya selamat
sampai camp. Malah saya buru-buru berlari-lari kecil ke atas menyusul teman-teman yang lain untuk melanjutkan perjalanan muncak. Hmm. Untuk kalian, kalau ada teman kalian sakit saat mendaki, jangan sampai
meniru
perilaku saya ya!.
Dina turun bersama mbak dan mas pendaki dari Sawojajar Malang yang turun karena alasan yang sama, tidak enak badan. Sepanjang jalan saya kembali berjalan ke atas, tak jauh dari situ tiba-tiba saya berpapasan dengan Novin yang turun. Saya bertanya padanya, “Lapo pin we mudun?”. “Gpp, pengen mudun ae ngesakne Dina”. Ujar Novin. Hemmbbzzz, pikiran saya sungguh tidak menentu, tidak karuan saat itu. Hiks-hikss.. "Sorry ya Din, sorry ya Vin(Diesel)". Kataku dalam hati. Obsesi puncak yang terpendam dalam hati saya selama ini ternyata muncul malam itu juga. Hehe. Semoga keegoisan yang 'useless' ini tidak terulang di kejadian dan perjalanan yang lain. Oke kita lanjutkan.
Singkat cerita saya sudah sampai lokasi awal saya turun, saya menemui Mahda yang dari tadi menunggu disini. Soooo(k) sweet banget sich menunggu-menunggu segala. Hehe. Saya pun menceritakan kronologis kejadian tadi padanya. Lalu kami mencoba berjalan naik lagi sedikit-demi sedikit bersama beberapa orang yang juga berjalan dengan pelan namun pasti.
Beberapa jam terlewati, angin dingin menerpa, muka yang terasa kaku, susah senyum iya, nyeri di kaki, kentol(betis) dan pupu(paha), pegel linu, encok dan segalanya saya rasakan saat itu. Matahari mulai muncul. "Yahh gak dapet sunrise di puncak. Ok lah, gak pa pa. Sunrise di puncak, Sunrise di sini, sunrise di Boston sama aja!” Kataku pada Mahda yang terlihat sangat kelelahan. Tandu mana tanduu!! Hehe. Beberapa puluh meter terlalui kami mulai berpapasan dengan Mas Fahrul, Bang Adit, Bang Mayers, dan Suci yang dalam perjalanan turun dari puncak. “Kurang dikit lagi va. 15 menit kayaknya”. Kata Suci. “Maaf kami turun duluan, udah beku diatas soalnya hehe” tambahnya.
Mereka pun turun dan bersemayanan pada kami untuk bertemu di Kelik saat turun nanti. Beberapa menit kami lalui dengan langkah yang sangat pelan. Kami menemui Liza yang menyusul turun. “Ayooo semangat rekkk. Bentar lagi nyampek!”. Begitu semangat Liza kepada kami. Kami pun makin semangat, tapi di sisi lain langit sudah mulai terang, badan makin lelah dan perut saya mulai lapar. Tapi puncak masih jauh sepertinya. Beberapa kali kami sempat putus asa dan merencanakan untuk turun saja.
Dina turun bersama mbak dan mas pendaki dari Sawojajar Malang yang turun karena alasan yang sama, tidak enak badan. Sepanjang jalan saya kembali berjalan ke atas, tak jauh dari situ tiba-tiba saya berpapasan dengan Novin yang turun. Saya bertanya padanya, “Lapo pin we mudun?”. “Gpp, pengen mudun ae ngesakne Dina”. Ujar Novin. Hemmbbzzz, pikiran saya sungguh tidak menentu, tidak karuan saat itu. Hiks-hikss.. "Sorry ya Din, sorry ya Vin(Diesel)". Kataku dalam hati. Obsesi puncak yang terpendam dalam hati saya selama ini ternyata muncul malam itu juga. Hehe. Semoga keegoisan yang 'useless' ini tidak terulang di kejadian dan perjalanan yang lain. Oke kita lanjutkan.
Singkat cerita saya sudah sampai lokasi awal saya turun, saya menemui Mahda yang dari tadi menunggu disini. Soooo(k) sweet banget sich menunggu-menunggu segala. Hehe. Saya pun menceritakan kronologis kejadian tadi padanya. Lalu kami mencoba berjalan naik lagi sedikit-demi sedikit bersama beberapa orang yang juga berjalan dengan pelan namun pasti.
Beberapa jam terlewati, angin dingin menerpa, muka yang terasa kaku, susah senyum iya, nyeri di kaki, kentol(betis) dan pupu(paha), pegel linu, encok dan segalanya saya rasakan saat itu. Matahari mulai muncul. "Yahh gak dapet sunrise di puncak. Ok lah, gak pa pa. Sunrise di puncak, Sunrise di sini, sunrise di Boston sama aja!” Kataku pada Mahda yang terlihat sangat kelelahan. Tandu mana tanduu!! Hehe. Beberapa puluh meter terlalui kami mulai berpapasan dengan Mas Fahrul, Bang Adit, Bang Mayers, dan Suci yang dalam perjalanan turun dari puncak. “Kurang dikit lagi va. 15 menit kayaknya”. Kata Suci. “Maaf kami turun duluan, udah beku diatas soalnya hehe” tambahnya.
Mereka pun turun dan bersemayanan pada kami untuk bertemu di Kelik saat turun nanti. Beberapa menit kami lalui dengan langkah yang sangat pelan. Kami menemui Liza yang menyusul turun. “Ayooo semangat rekkk. Bentar lagi nyampek!”. Begitu semangat Liza kepada kami. Kami pun makin semangat, tapi di sisi lain langit sudah mulai terang, badan makin lelah dan perut saya mulai lapar. Tapi puncak masih jauh sepertinya. Beberapa kali kami sempat putus asa dan merencanakan untuk turun saja.
Puncak Mahameru, Puncak para Dewa
Dengan tenaga yang tersisa dan langkah yang gontai kami pun akhirnya tibaaa diiiii puuuncaakkkk… Yak puncak.. Saya pun tanpa sadar ternyata menangis. Hehe. Iya saya nangis. Gak tau kenapa tapi rasa terharu tiba-tiba muncul karena kejadian-kejadian sebelumnya yang masih terus saya pikirkan.
Puncak Mahameru. Entah ngantuk atau capek kita sulit utuk membedakan. |
Tak terasa begitu lamanya perjalanan naik kami malam hingga pagi, saya lalu melihat jam ternyata sudah pukul 8.00. Tandanya kami tidak boleh berlama-lama di sini. Setelah puas berfoto-foto, saya dan Mahda lanjut turun bersama pendaki-pendaki lain yang tersisa. Alhamdulillah perjalanan turun lewat medan seperti ini lebih terasa mudah jika dibandingkan saat naiknya. Tapi hati-hati karena rawan kepleset atau kesandung batu. (Mas Fahrul sendiri bercerita bahwa kakinya cedera saat menuruni medan pasir tersebut karena terpeleset batu).
Beberapa puluh menit saja kami sudah sampai di Kelik bertemu dengan semua teman-teman yang sejak tadi sudah menunggu di sini. Lanjut kita turun ke Kalimati. Oke, puncak DONE. Satu pengalaman yang harus disyukuri dan direnungi. Tidak lama perjalanan kami kemudian tiba di Kalimati. Perjalanan pulang selalu lebih cepat daripada perjalanan berangkat.
Kami melakukan istirahat, masak-masak, makan-makan, ngobrol-ngobrol. Siang itu saya, Novinzz, dan Bang Adit turun ke Sumber Mani untuk ambil air. "Jauh juga ya ternyata?" hehe. Setelah cukup banyak air yang dibawa, kami pun kembali ke camp. Lanjut bersiap turun ke Ranu Kumbolo untuk semalam lagi bermalam disana karena waktu kami masih longgar dan tidak terburu-buru untuk pulang.
Beberapa puluh menit saja kami sudah sampai di Kelik bertemu dengan semua teman-teman yang sejak tadi sudah menunggu di sini. Lanjut kita turun ke Kalimati. Oke, puncak DONE. Satu pengalaman yang harus disyukuri dan direnungi. Tidak lama perjalanan kami kemudian tiba di Kalimati. Perjalanan pulang selalu lebih cepat daripada perjalanan berangkat.
Kami melakukan istirahat, masak-masak, makan-makan, ngobrol-ngobrol. Siang itu saya, Novinzz, dan Bang Adit turun ke Sumber Mani untuk ambil air. "Jauh juga ya ternyata?" hehe. Setelah cukup banyak air yang dibawa, kami pun kembali ke camp. Lanjut bersiap turun ke Ranu Kumbolo untuk semalam lagi bermalam disana karena waktu kami masih longgar dan tidak terburu-buru untuk pulang.
Perjalanan Pulang, Merindukan Kasur Empuk yang Sangat Nyaman
Pukul 3 sore kami tiba kembali di Rakum. Sambil mendirikan tenda, kami menikmati momen-momen terakhir kami di sana. Sore itu juga sambil meracik minuman hangat, saya mengobrol bersama Mas Fahrul. Dia bercerita soal kakinya yang cedera saat turun dari puncak tadi, tentang kronologisnya dan rencana bagaimana turun besoknya. Saya bercerita tentang saya yang meninggalkan Dina turun sendirian bersama mbak dan mas pendaki lain, kemudian Mas Fahrul bercerita juga sepertinya logistiknya (ransum TNI) sudah tidak dapat dimakan lagi karena basi atau bagaimana saya kurang jelas.
Hemm, kami mendapatkan masalah-masalah yang sebelumnya sungguh tidak kami perkirakan bahwa ini akan terjadi. Tapi dibalik itu semua kami tetap bersyukur mendapatkan pengalaman ini. Membuat kita semua semakin dewasa dalam menyikapi segala permasalahan. Alhamdulillah.
Hemm, kami mendapatkan masalah-masalah yang sebelumnya sungguh tidak kami perkirakan bahwa ini akan terjadi. Tapi dibalik itu semua kami tetap bersyukur mendapatkan pengalaman ini. Membuat kita semua semakin dewasa dalam menyikapi segala permasalahan. Alhamdulillah.
Sore di Ranu Kumbolo. Sepi dan damai. Foto oleh Mas Fahrul. |
Pagi tiba. Yak, Jumat 11 Juni 2014. Kami bersiap untuk turun ke Ranupane, lanjut pulang kerumah (kos) masing-masing. Syukurlah perjalanan pulang kami diberi segala kelancaran dan sekali lagi perjalanan pulang terasa lebih cepat dibanding saat berangkat. Beberapa jam berlalu kami tiba di Ranupane kemudian tim berpisah disini. Separuh menggunakan truck hingga Ngadas, dan separuh naik motor. Kemudian kami sama-sama tiba di Rest Area Ngadas, lanjut pulang ke Malang secara bersama-sama.
End.
Yak, itulah catatan perjalanan kami selama beberapa hari mendaki Gunung Semeru. Terima kasih kepada teman para kanca sebangsa dan setanah air telah mengikuti Catatan Perjalanan kami Pendakian Gunung Semeru via Ranupane di part 1 maupun part 2. Semoga kita selalu diberi kesehatan agar bisa main lagi, ndaki lagi, tidak kapok, dan semakin dewasa serta bijak dalam menjalani setiap masalah di kehidupan kita.
(nthp)
End.
Yak, itulah catatan perjalanan kami selama beberapa hari mendaki Gunung Semeru. Terima kasih kepada teman para kanca sebangsa dan setanah air telah mengikuti Catatan Perjalanan kami Pendakian Gunung Semeru via Ranupane di part 1 maupun part 2. Semoga kita selalu diberi kesehatan agar bisa main lagi, ndaki lagi, tidak kapok, dan semakin dewasa serta bijak dalam menjalani setiap masalah di kehidupan kita.
(nthp)
Baca juga:
Advertisement