Gunung Panderman adalah sebuah bukit yang berada di Kota Batu Malang. Gunung yang memiliki puncak yang bernama Puncak Basundara ini berketinggian sekitar 2000 Mdpl membuatnya ramai dikunjungi pendaki dari sekitar maupun dari luar Malang. Gunung ini berada di jajaran Gunung Kawi dan Gunung Buthak di sebelah selatan, dan Gunung Panderman terletak di sebelah utara. Gugusan gunung-gunung ini akan terlihat unik saat kita melihat dari Kota Malang. Wujudnya seperti seorang wanita sedang dalam posisi tidur dilihat dari pinggir. Maka dari itu orang menyebut pegunungan ini dengan nama Gunung Putri Tidur.
Sejarah dari nama Panderman sendiri adalah, konon kata warga sekitar dahulu pada saat masa penjajahan Belanda, ada seorang pemuda Belanda yang gemar mendaki bukit ini, dia bernama Van der Mann. Saking seringnya sehingga warga sekitar banyak yang mengenalnya. Kemudian untuk mengingat kegantengan beliau, warga sekitar menamakan bukit ini dengan nama vanderman. Namun seiring waktu disesuaikan dengan logat dan pengucapan masyarakat sekitar sehingga kini penulisannya berubah menjadi Panderman.
Itulah tadi sekilas penjelasan dan sejarah singkat mengenai Gunung Panderman dan tentang gunung-gunung disekitarnya. Kita langsung saja ya. Kita akan membahas mengenai Pendakian Gunung Panderman Batu Malang kami waktu itu. Silahkan menikmati.
Hari itu adalah Hari Jumat 3 Juli 2015. Kami berencana untuk menghabiskan malam Minggu ‘terakhir’ kami di Malang dengan (piknik) mendaki di Gunung Panderman. Jadi, beberapa dari kami baru saja menyelesaikan program belajar kami di Malang, dan pendakian itu kami anggap sebagai farewell kami (hiks) sebelum meninggalkan kota yang penuh kenangan manis legit asem asin pedes itu. Lah, Nano-nano dong.
Tahap pertama adalah mengumpulkan massa, seperti biasa teman yang sudah pasti mau ikut diajak blusukan di gunung antara lain: Eki Kurniawan dari Pulau Kangean Indonesia, Mahda dari Jombang Indonesia, dan Ary Setyo (Bang Doyok/BangDoy) dari Mojokerto Indonesia Asia Tenggara. Namun karena kurang rame akhirnya Bang Doy mengajak adiknya untuk sekalian ikut bermalming di Puncak Panderman. OK FIXED. Itu tadi adalah formasi kita untuk pendakian pada hari Sabtu besok.
Karena sabtu pagi sampai sore salah satu dari anggota entah si siapa saya lupa, dia masih ada jam kuliah sehingga kita baru bisa naik sabtu malam. Ok tidak apa-apa yang penting kita tetep jalan kan. Persiapan kita mulai sejak Hari Jumat. Seperti berburu tenda, matras, de.el.el. (maklum pendaki abal-abal, gak punya gear selengkap kamu. Iya, kamuuuu…. Tapi untungnya ada kamu yang selalu melengkapiku. YES). Setelah dapet, kita masing-masing belanja kebutuhan pribadi seperti logistik dan logistik. Sedangkan kebutuhan kelompok seperti logistik dan logistik saya yang mencarikan.
Kegiatan Persiapan Pendakian Gunung Panderman Batu Malang
Sabtu sore semua barang sudah kita cek dan sudah siap dibawa berangkat. Namun tenda belum kita ambil karena rencananya akan kita ambil saat perjalanan ke Kota Batu karena rumah persewaan alat-alatnya searah ke kota Batu. Pukul 6.30 sore Kami berangkat dari Kos daerah Dau Malang bersama-sama setelah sebelumnya berkumpul dikontrakan saya dulu yang beralamat rahasia.
Kami lanjut berburu nasi lalapan ayam goreng sebagai hidangan pembuka saat istirahat di pos 1 nanti rencananya, tapi kenyataannya kami makan di lokasi kami beli karena sudah lavvarrr, hehehe. Namun kemudian Eki lebih memilih Nasi Goreng Bungkus dan berniat makan saat tiba di pos perijinan nanti. Entah kenapa dia tega untuk tidak kompakan dengan kami. Hal itu kadang membuat saya sedih. OK LANJUT. Kemudian kami langsung menuju TKP persewaan untuk mengambil tenda dan matras dan lain-lain.
Perjalanan sekitar 30 menit kami sudah sampai di gerbang masuk wisata Gunung Panderman Desa Toyomerto Pesanggrahan Kota Batu Malang. Selang beberapa menit dari situ kami melewati tanjakan panjang seakan tanpa habis-habisnya menghajar mesin motor kami. Sehingga kami yang berboncengan harus turun untuk memperringan laju kendaraan. Kasian ya.. Iya, capek tauk. Gpp lah itung-itung pemanasan. Tp bukan pemanasan sepertinya, pembakaran! Ha.
Beberepa menit kemudian kami tiba di pos perijinan jalur Pendakian Gunung Panderman Batu Malang. Kami tiba di rumah bapak-bapak yang hingga kini kami belum tahu namanya. Hehe. Seingat saya setiap motor dikenai biaya 5000, dan setiap orang membayar 5000 untuk karcis masuk. FYI. Harganya mungkin sekarang sudah berbeda karena pengelola terus meningkatkan sarana dan prasaranan yang ada demi kenyamanan para pendaki.
Kami lanjut berburu nasi lalapan ayam goreng sebagai hidangan pembuka saat istirahat di pos 1 nanti rencananya, tapi kenyataannya kami makan di lokasi kami beli karena sudah lavvarrr, hehehe. Namun kemudian Eki lebih memilih Nasi Goreng Bungkus dan berniat makan saat tiba di pos perijinan nanti. Entah kenapa dia tega untuk tidak kompakan dengan kami. Hal itu kadang membuat saya sedih. OK LANJUT. Kemudian kami langsung menuju TKP persewaan untuk mengambil tenda dan matras dan lain-lain.
Perjalanan sekitar 30 menit kami sudah sampai di gerbang masuk wisata Gunung Panderman Desa Toyomerto Pesanggrahan Kota Batu Malang. Selang beberapa menit dari situ kami melewati tanjakan panjang seakan tanpa habis-habisnya menghajar mesin motor kami. Sehingga kami yang berboncengan harus turun untuk memperringan laju kendaraan. Kasian ya.. Iya, capek tauk. Gpp lah itung-itung pemanasan. Tp bukan pemanasan sepertinya, pembakaran! Ha.
Beberepa menit kemudian kami tiba di pos perijinan jalur Pendakian Gunung Panderman Batu Malang. Kami tiba di rumah bapak-bapak yang hingga kini kami belum tahu namanya. Hehe. Seingat saya setiap motor dikenai biaya 5000, dan setiap orang membayar 5000 untuk karcis masuk. FYI. Harganya mungkin sekarang sudah berbeda karena pengelola terus meningkatkan sarana dan prasaranan yang ada demi kenyamanan para pendaki.
Sumber Air yang Terakhir
Setelah berdoa dan briefing singkat, kami memulai langkah pertama. Melewati jalan menanjak dengan medan paving membuat nafas kami
langsung terkuras. Tapi ini malam Minggu, kita tidak boleh tumbang sebelum selesai acara. Haha. Setelah keringat sudah sebesar jagung, maka itu tandanya kita tiba dipertigaan pertama. Kita mengambil jalur kiri yang mulai bermedan tanah. Kami lewat sini karena ingin mengisi botol minum kami di sumber air yang sudekat. SUDEKAT. eh, sumber air yang letaknya tidak jauh dari siti, eh situ!!
Botol-botol sudah terisi penuh. Beberapa botol untuk minum selama berangkat hingga pulang, sedangkan yang lain untuk persedian masak-memasak dan cadangan. Hal ini kita persiapkan baik-baik di karenakan ini adalah sumber mata air terakhir, dan tidak ada lagi sumber air di atas. Perjalanan kami lanjutkan melewati jalur dan petunjuk yang sudah jelas terpampang nyata di pohon-pohon maupun pada plang khusus.
Kami mengambil jalur memutar kearah barat karena kami ingin perjalanannya sedikit santai. Sedangkan jika ingin cepat, kita bisa mengambil jalur memotong ke sedikit ke arah utara, namun dengan medan yang lebih menanjak. Sebentar perjalanan kami sering istirahat karena kami tidak ingin terburu-buru sampai puncak. (Padahal boyok wes kudu ceklek) haha.
Botol-botol sudah terisi penuh. Beberapa botol untuk minum selama berangkat hingga pulang, sedangkan yang lain untuk persedian masak-memasak dan cadangan. Hal ini kita persiapkan baik-baik di karenakan ini adalah sumber mata air terakhir, dan tidak ada lagi sumber air di atas. Perjalanan kami lanjutkan melewati jalur dan petunjuk yang sudah jelas terpampang nyata di pohon-pohon maupun pada plang khusus.
Kami mengambil jalur memutar kearah barat karena kami ingin perjalanannya sedikit santai. Sedangkan jika ingin cepat, kita bisa mengambil jalur memotong ke sedikit ke arah utara, namun dengan medan yang lebih menanjak. Sebentar perjalanan kami sering istirahat karena kami tidak ingin terburu-buru sampai puncak. (Padahal boyok wes kudu ceklek) haha.
Latar Ombo, tempat para Pendaki Melepas Lelah sebelum menuju Mendaki Puncak
Beberapa kali kami jalan kemudian istirahat, kemudian jalan lagi, tiba lah kita di lokasi camp pertama yang bernama Latar Ombo. Ini merupakan lokasi di atas punggungan bukit. Berbentuk seperti tanah lapang memanjang namun tidak terlalu luas. Cukup untuk menampung sekitar 25 tenda dome. Namun saat ada event-event tertentu seperti malam tahun baru atau malam 17 Agustus biasanya camp ini akan lebih ramai dari waktu-waktu biasanya.
Kita berencana untuk camp di puncak, sehingga di Latar Ombo diusahakan tidak berlama-lama. Hanya sekedar minum untuk membasahi tenggorokan yang kering sedari tadi selama perjalanan dan sering tersabu debu-debu jaranan << Sok. JALANAN. Kami juga sedikit makan snack dan berfoto-foto dan bercanda ria untuk agar supaya tidak bosan menjalani perjalanan ini. 10 menit kami istirahat, dan tidak ingin berlama-lama disini kemudian kami lanjutkan perjalanan.
Sekitar kurang dari 15 menit kami tiba di gugusan watu gede 1. Di sini kami istirahat lagi, minum dan duduk-duduk dan foto-foto. Lanjut jalan lagi dan kurang dari 15 menit juga kami melewati gugusan watu gede 2. Lalu dengan kira-kira waktu yang sama kami sampai di gugusan watu gede 3. Di sini kami istirahat agak lama karena merasa badan sedikit lebih capek. Akhirnya tanpa sengaja kegiatan foto-foto kami lakukan lagi, dan lagi.
Kita berencana untuk camp di puncak, sehingga di Latar Ombo diusahakan tidak berlama-lama. Hanya sekedar minum untuk membasahi tenggorokan yang kering sedari tadi selama perjalanan dan sering tersabu debu-debu jaranan << Sok. JALANAN. Kami juga sedikit makan snack dan berfoto-foto dan bercanda ria untuk agar supaya tidak bosan menjalani perjalanan ini. 10 menit kami istirahat, dan tidak ingin berlama-lama disini kemudian kami lanjutkan perjalanan.
Sekitar kurang dari 15 menit kami tiba di gugusan watu gede 1. Di sini kami istirahat lagi, minum dan duduk-duduk dan foto-foto. Lanjut jalan lagi dan kurang dari 15 menit juga kami melewati gugusan watu gede 2. Lalu dengan kira-kira waktu yang sama kami sampai di gugusan watu gede 3. Di sini kami istirahat agak lama karena merasa badan sedikit lebih capek. Akhirnya tanpa sengaja kegiatan foto-foto kami lakukan lagi, dan lagi.
Watu Gede. Bang Doyok dengan cahaya merahnya yang mematikan. |
Melanjutkan perjalanan, setelah tanjakan yang panjang, kami melewati jalanan landai. Kami menyebutnya sebagai BONUSS. Namun bentar saja kemudian jalan berganti jadi tanjakan lagi. Agak lama hingga kita tiba di satu lokasi camp yang lebih sempit dari pada Latar Ombo. Cukup digunakan hanya untuk 4 tenda dome saja di sini. Kami menyebutnya Latar Ciyut karena ukurannya yang memang Ciyuuutee. Sayang lokasi ini rawan karena berhadapan langsung dengan angin kencang setiap saatdan setiap waktu.
Puncak Basundara. Puncak dengan 'View' Kota Batu Malang yang sangat Indah
Istirahat sebentar kemudian perjalanan kami lanjutkan. Sekitar 45 menit akhirnya kita sampai di puncak dengan kaki-kaki yang sudah
lemas. Medan tanjakan yang terakhir seakan membuat kaki-kaki kami ingin kembali pulang saja. Namu entah mengapa otak kami ingin segera sampai di puncak karena mungkin dimotivasi oleh pemandangan gemerlap lampu-lampu kota Batu hingga Malang. Sungguh indah sekali.
View Kota Batu Malang. Jangan percaya mata kamera. Lebih cakep saat kita melihatnya secara langsung. Beneran deh. |
Tiba di Puncak Basundara 2000Mdpl, kami langsung mendirikan tenda dengan mencari lokasi yang nyaman dan aman, karena kami berencana akan membuat api unggun kecil-kecilan di sini. Walaupun kecil-kecilan kami selalu waspada apabila terjadi apa-apa. Kegiatan kami lanjutkan dengan memasak air untuk membuat minuman hangat.
Saat itu adalah saat musim kemarau, sehingga dingin yang kami rasakan saat itu sangatlah dingin sekali, maka kami harus selalu berada di dekat perapian. Tidak banyak kegiatan kami lakukan karena malam itu kami sudah kelelahan setelah perjalanan tadi. Saya dan Bang Doyok masih kerasan di depan api unggun, sementara yang lain sudah tidur pulas di masing-masing tendanya.
Saat itu adalah saat musim kemarau, sehingga dingin yang kami rasakan saat itu sangatlah dingin sekali, maka kami harus selalu berada di dekat perapian. Tidak banyak kegiatan kami lakukan karena malam itu kami sudah kelelahan setelah perjalanan tadi. Saya dan Bang Doyok masih kerasan di depan api unggun, sementara yang lain sudah tidur pulas di masing-masing tendanya.
Puncak Basundara. Ekik. The Kangean Boy of The Arsenal Lover. |
Tak terasa ngobrol beguti eh begitu lama, dan Bang Doy sudah masuk tenda, waktu tiba-tiba sudah menunjukkan tanda-tanda akan muncul sunrise. Saya pun berusaha untuk membangunkan teman-teman. Namun usaha saya tidak berjalan mulus karena teman-teman masih nyaman untuk bobok. Hehe. Tidak apa-apa.
Panderman. Sunrise Terakhirku yang Mengharukan
Saya dan Mahda saja ternyata yang mau melihat sunrise. Kemudian kami ikut bergabung bersama teman-teman pendaki lain di sisi sebelah utara puncak. Di sana kami menghadap agak ke timur yaitu menuju arah Gunung Semeru. Saat musim kemarau seperti ini adalah saat yang tepat untuk menikmati sunrise karena langit kemungkinan besar akan cerah. Ternyata benar dugaan kami. Langit begitu
cerah, lautan awan mulai terbentuk, daaaannn taraaaa.. sunrise yang sempurna!!! Beberapa dari kami bertepuk tangan saat matahari mulai pecah dari arah terbitnya. Kami merasa lega karena sudah bisa merasakan hangat cahayanya.
Beberapa menit kami habiskan untuk berfoto-foto dengan sunrise tersebut. Saya sedikit merasa sedih karena teringat bahwa hari itu adalah hari terakhir saya mendaki ketika saya berada di Malang. Setelah itu saya harus pulang ke rumah dan meninggalkan itu semua. Kota Malang, makanannya, indah alam sekitarnya, sejuk udaranya, dan yang paling berat adalah meninggalkan teman-teman saya yang sudah 4.5 tahun bersama-sama menghabiskan waktu dalam suka maupun duka. Namun di balik itu semua saya masih punya keyakinan bahwa saya masih bisa mampir lagi kapan-kapan walau dengan waktu yang sebentar saja. << Sok. Melankolis.
Beberapa menit kami habiskan untuk berfoto-foto dengan sunrise tersebut. Saya sedikit merasa sedih karena teringat bahwa hari itu adalah hari terakhir saya mendaki ketika saya berada di Malang. Setelah itu saya harus pulang ke rumah dan meninggalkan itu semua. Kota Malang, makanannya, indah alam sekitarnya, sejuk udaranya, dan yang paling berat adalah meninggalkan teman-teman saya yang sudah 4.5 tahun bersama-sama menghabiskan waktu dalam suka maupun duka. Namun di balik itu semua saya masih punya keyakinan bahwa saya masih bisa mampir lagi kapan-kapan walau dengan waktu yang sebentar saja. << Sok. Melankolis.
Sunrise Terakhir. Omong apa sih, Emang besok gak ada sunrise apa? |
Oke matahari sudah meninggi, tiba saatnya kami untuk segera bersiap turun. Kami tidak ingin turun siang karena perjalanan siang di Gunung ini biasanya akan terasa sangat panas. Setelah membangunkan teman-teman yang lain, kami bersiap untuk packing barang-barang bawaan kemudian lanjut menghancurkan tenda. Eh, meng apa kan ya? Yaa pokoknya itu lah, mengemasi tenda!..
Pulang Menyusuri Jalur Pendakian Gunung Panderman Batu Malang, Kembali Menjemput Rutinitas Sehari-hari
Pukul 08.00 kami sudah siap untuk turun. Sampah sudah kami kumpulkan untuk di bawa turun, bekas perapian juga sudah kami pastikan sudah padam lalu lanjut menguburnya dengan tanah. Kemudian kami lanjut turun ke bawah dengan langkah yang pasti. Perjalanan turun terasa melelahkan karena banyak debu-debu beterbangan. Untungnya kami semua sudah menyiapkan pelindung hidung seperti masker, slayer, metallica, pantera, dll. << Opo ae.
The Crew. (yuk an). Dari Ki ke Ka: Adiknya Bang Doy, Bang Doy, Eki, Mahda. |
Hampir 3 jam lebih kami tiba di pos perijinan jalur Pendakian Gunung Panderman Batu Malang untuk melapor dan mengambil sepeda kami. Namun sebelumnya kami numpang kekamar mandi warga untuk membasuh muka yang penuh dengan debu. Macam badut saja kami selama perjalanan tersapu debu seperti itu. Setelah lega kami langsung berpamitan kepada istrinya bapak yang punya rumah di pos perijinan tersebut. Lanjut pulang ke kos dan kontrakan
masing-masing di Malang bersama-sama.
End.
(nthp)
End.
(nthp)
View: Jajaran BTS. Bromo Tengger Semeru. Hampir sunrise. |
Baca juga:
Advertisement