Thursday, February 22, 2018

Pendakian Gunung Penanggungan via Tamiajeng

 
Gunung Penanggungan merupakan gunung yang berada di wilayah Mojokerto Jawa Timur. Berbentuk kerucut dan hampir serupa dengan Gunung Semeru namun dengan ukuran yang lebih kecil. Maka dari itu gunung ini sering disebut sebagai miniatur Gunung Semeru. Walau ‘kecil’, gunung ini tidak bisa diremehkan begitu saja.

Karena saya baca-baca di artikel blog kebanyakan diantara mereka menyesal karena pertama kali mendaki Gunung Penanggungan dan menganggap bahwa perjalanan akan mudah karena Gunung ini termasuk gunung yang 'kecil' dibanding dengan gunung-gunung yang lain di Jawa Timur.

Terlebih ketinggiannya yang setinggi 1653mdpl tidak setinggi Gunung Semeru yang tembus hingga 3676mdpl. Maka dari itu jangan pernah sekalipun kita meremehkan gunung manapun walau ukurannya ‘kecil’ (hehe).

Oiya, postingan ini merupakan perjalanan yang sudah terlaksana sejak lama, namun baru sempat diposting sekarang. Waktu itu kami bertiga, saya, Alin dan Eki berencana melakukan perjalanan yang bertepatan dengan momen tahun baru 2016 ke Gunung Penanggungan. Alin merupakan teman dekat rumah dengan saya yang sudah beberapa kali bersama melakukan perjalanan ke gunung satu ke gunung yang lain. Sedangkan Eki adalah pemuda dari Pulau Kangean yang sama-sama kuliah di tempat yang sama dengan saya.


Persiapan sebelum mendaki Gunung Penanggungan via Tamiajeng

Waktu itu saya dan Alin berposisi di Pare Kediri, sedangkan Eki berada di Malang. Sehingga kami hanya bisa berkoordinasi melalui media telepon seluler saja (Halah sok formal telepon seluler, HP ngono lho mas). Kami sepakat berangkat pada Hari Jum’at, 1 Januari 2016. Persiapan dan pemberangkatan kami lakukan di 2 kota yang saling berjauhan yaitu dari Kediri dan dari Malang. Sedangkan meeting point nya kami tentukan di Kota Batu Malang atas berbagai alasan.

Ngomong-ngomong, kami sudah memantapkan diri untuk mendaki Gunung Penanggungan via Tamiajeng. Karena jalur ini adalah satu-satunya jalur yang resmi diantara beberapa jalur-jalur pendakian yang lainnya. Terlebih diantara kami belum ada yang pernah menjejakkan kakinya di jalur pendakian manapun di Gunung Penanggungan. Sehingga kami tidak mau aneh-aneh lewat jalur lain yang belum resmi.


Berangkat menuju Kota Batu

Dengan bersepeda motor, saya dan Alin berangkat dari Pare menuju Kota Batu pada pukul 11.00. Kami tidak langsung ke arah Mojokerto karena Eki minta dijemput di Kota Batu agar bisa berangkat bareng-bareng katanya. Tujuan lainnya juga agar kami tidak bingung saling mencari saat sudah sampai di lokasi pos pendakian.

Pukul 11.45 saya dan Alin tiba di Masjid sekitar jembatan Bendosari Pujon untuk melakukan ibadah sholat Jum’at. Masjidnya nyaman walau tidak terlalu besar, kami lupa nama masjidnya apa. Tapi pemandangan dari tempat wudhunya bagus sekali, kita bisa melihat aliran sungai besar di belakangnya dengan latar belakang tebing yang tinggi dihiasi 1 air terjun yang membuat pemandangan jadi lebih menyegarkan.

Pukul 01.00 kami selesai melakukan Sholat Jumat kemudian melanjutkan perjalanan ke Kota Batu. Pukul 02.30 kami tiba di Alun-alun Kota Batu sebagaimana yang sudah disepakati sebelumnya. 30 menit kami menunggu akhirnya bertemu juga dengan Eki. Sebelum melanjutkan ke Mojokerto, kami mencari asupan gizi dulu di Alun-alun Kota Batu ini. Kami pun sepakat untuk beli makan di foodcourt di salah satu sudut alun-alun.

Sambil istirahat, makan dan ngobrol kami akhirnya siap berangkat menuju Mojokerto pada pukul 04.00. Langit arah Mojokerto begitu mendung, tapi kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya apabila terjadi hujan di perjalanan nanti. Tips-tips untuk mempersiapkan perjalanan pendakian ketika hujan dapat dibaca di artikel sebelumnya di sini: Tips Mendaki Ketika Hujan.


Berangkat ke Tamiajeng Lewat Batu – Cangar – Pacet

Dengan yakin kami berangkat menuju Mojokerto walau melihat langit yang begitu mendung. Kami menuju Mojokerto melewati jalur tembusan dari arah Kota Batu langsung ke arah Pacet Mojokerto. Di perjalanan tersebut ternyata benar dugaan kami. MACETTT!! Tapi ya mau bagaimana lagi karena memang saat itu bertepatan dengan liburan tahun baru, ya diterima syajalah. Sepanjang perjalanan sore ini kami disuguhi dengan pemandangan yang menyejukkan mata. Di antaranya ada ladang sayur, kebun buah, wisata pemandian air panas Cangar, hutan, dll.

Di salah satu lokasi istirahat yang lumayan ramai orang berhenti, kami menyempatkan diri untuk ikut berhenti sejenak, mengamati sekitar ternyata ada salah satu spot untuk melihat pemandangan jajaran Pegunungan Anjasmoro yang terlihat begitu indah. Di sini juga terdapat tanjakan dan turunan yang menurut saya agak berbahaya saat dilewati karena selain curam, tanjakan dan turunan ini begitu patah pada belokannya (hampir 180 derajat memutar).


Pemandangan Pegunungan Anjasmoro di arah utara barat


Tiba di Pos Perijinan Pendakian Gunung Penanggungan via Tamiajeng, Lanjut Berangkat!

Setelah berfoto ria dan menikmati pemandangan sejenak, kami lanjutkan perjalanan menuju Mojokerto via Pacet. Dari lokasi tersebut menuju desa Tamiajeng kira-kira perjalanan masih 1 jam lagi. Perjalanan begitu lancar kecuali ada kecelakaan pengendara matic, bapak-bapak membonceng ibu-ibu yang sempat menyalip saya di turunan yang curam dengan kecepatan yang tinggi. Kami sarankan ekstra hati-hati ketika melalui jalur antara Cangar - Pacet, karena jalur ini didominasi dengan banyaknya turunan-turunan curam.

Pukul 05.30 kami tiba di Pos Perijinan Pendakian Gunung Penanggungan Jalur Pendakian Tamiajeng. Di sana kami memarkir sepeda motor dengan tarif kira-kira Rp.3.000 kalau tidak salah (sekarang sudah naik harganya menjadi Rp.5.000 per motor). Selanjutnya kami langsung daftar di pos perijinan, kami diberi pengarahan, penjelasan tentang bahaya dan ancaman bencana (angin atau petir di puncak), pantangan-pantangan, serta teknis jalur yang akan di lalui. Sebagai pendaki yang ingin menjadi pendaki teladan, kami dengarkan saja pengarahan tersebut dengan baik sebagaimana yang tertulis di beberapa tips yang harus dilakukan agar bisa menjadi pendaki teladan di artikel yang ini: Tips Menjadi Pendaki Teladan.

Sore itu di Pos Perijinan Pendakian Gunung Penanggungan via Tamiajeng

Selanjutnya kami diberi kantong plastik sebagai wadah sampah (Selalu ingat, bawa turun sampahmu walau hanya sampah pribadi!). Sekitar pukul 05.45 kami berangkat menuju pos 2 (pos 1 ya pos perijinan tersebut). Perjalanan sedikit santai di mana medan didominasi batuan terjal makadam selama 30 menit hingga kita tiba di pos 2.

Pos 2 memiliki area yang luas. Tersedia tempat-tempat istirahat untuk pendaki. Beberapa warung juga siap melayani para pendaki selama 24 jam. Di sana kami lakukan ibadah sholat maghrib. Kemudian istirahat sejenak sambil membeli beberapa gorengan yang masih hangat.

Perjalanan kami lanjutkan agar tidak terlalu malam saat tiba di spot camp nanti. Medan antara pos 2 dan 3 diawali tanjakan, jalan landai sedikit, kemudian lanjut tanjakan dan tanjakan ramah namun stabil. Di kiri dan kanan didominasi pepohonan khas kebun belakang rumah (hehehe..menurut saya sih..). Banyak terdapat pohon-pohon yang familiar bagi saya seperti pohon mangga, pohon nangka, talas, dll.


Perjalanan Pendakian Gunung Penanggungan via Tamiajeng dihiasi Hujan, PARAH!

Tiba di pos 3 kami hanya istirahat sebentar saja karena jarak antara pos 2 dan 3 yang berdekatan. Selanjutnya kami lanjutkan perjalanan menuju pos 4. Jarak antara pos 3 dan pos 4 lebih jauh dan tanjakan mulai terjal. Hujan grimis pun mulai turun. Kami berhenti sejenak di tengah jalan untuk mempersiapkan diri menghadapi hujan deras. Membungkus daypack dengan cover, dan memakai mantel sakti anti hujan.

Medan licin antara pos 3 dan 4. Gambar diambil waktu perjalanan pulang

Tiba di pos 4 kami istirahat agak lama karena di sini banyak pendaki-pendaki yang istirahat, kami manfaatkan dengan mengobrol dan berbagi cerita dengan kenalan-kenalan baru di sini. Pukul 07.00 tepat kami melihat jam dan mendengar suara adzan Isya. dari kejauhan terlihat lampu-lampu senter pendaki-pendaki di jalur pendakian Gunung Arjuno dan Welirang. Memang Gunung Penanggungan letaknya berdekatan dengan Gunung Arjuno dan Welirang. Sehingga lampu-lampu senter di jalurnya pun bisa jadi terlihat dari sini di malam hari.

Perjalanan kami lanjutkan dan hujan menjadi semakin deras dan deras. Tanjakan juga semakin terjal dan licin untuk dilalui. Vegetasi juga sudah mulai terbatas. Mulai banyak bebatuan di jalur ini. Dan tiba-tiba, “Bruukkk..srooottt..sroott..” saya terjatuh dan tergelincir ke bawah tertelungkup. Kami pun tertawa. Cara berjalan saya kurang baik karena saya bawa daypack dengan volume terbatas, sehingga tenda harus saya bopong seperti menggendong bayi. Setelah ditolong Alin dan Eki, saya berhasil bangkit dan tidak terluka apa-apa.


Puncak Bayangan, Masih juga Hujan

Perjalanan menjadi semakin menanjak dan membuat kami semakin sengsara karena kami sudah dalam keadaan lembab dan kedinginan. Akhirnya pukul 09.00 kami tiba di pos 5 atau lokasi Puncak Bayangan. Di sini para pendaki umumnya mendirikan tenda untuk menginap, istirahat, menaruh barang, atau bahkan ada yang melanjutkan ke puncak dan ngecamp di sana. Kami yang pendaki pas-pas-an ini lebih memilih ngecamp di Puncak Bayangan saja, menikmati malam dan beristirahat untuk melanjutkan perjalanan lagi keesokan harinya.

Tenda sudah berdiri, kami lanjut membuat minuman hangat dan masak mie. Kami nyemil gorengan sambil merencanakan perjalanan selanjutnya. Kemudian bergantian sholat Isya lalu tidur..zzzZZ..


Salah satu sudut lokasi camp di Puncak Bayangan

Pemandangan Puncak Penanggungan dilihat dari Puncak Bayangan


Subuh Tiba, Summit Attack, Puncak! Yes!

Pukul 03.00 saya terbangun karena ternyata banyak nyamuk (lho kok bisa, hehe.. ya bisa pokoknya, saya juga bingung). Kemudian tertidur lagi dan bangun sekitar pukul 04.00. Saya membangunkan Alin dan Eki yang pulas tidur. Kami segera bersiap untuk summit attack. Perkiraan jika berangkat pukul 04.30 pun kami masih dapat sunrise di puncak. Kami pun sholat dulu, menyiapkan logistik, mengamankan tenda, lalu berangkat muncak.

Perjalanan semakin ke atas semakin terjal dan terjal. Sudah tidak ada lagi pepohonan di sepanjang jalur menuju puncak. Hanya ada rerumputan yang paling tinggi hanya setengah meter. Jalur didominasi dengan batuan-batuan kerikil hingga batu besar yang terkadang dapat tergelincir saat diinjak. Kemiringan hampir 45 derajat membuat kami ngos-ngos-an. 1 jam lebih sedikit kami berjalan dengan susah payah akhirnya tiba juga di puncak pukul 05.35.

Sudah terang namun matahari belum muncul. Sepertinya di ufuk timur ada mendung sehingga menghalangi sinar matahari terbit. Hingga pukul sekian matahari masih malu-malu juga, yasudah kami berfoto-foto saja alakadarnya di sekitaran puncak tanpa matahari terbit. Tak terasa pukul 06.30 matahari baru muncul, sinarnya mengahangatkan kulit yang dari sejak dini hari sudah kedinginan diterpa angin malam.

Sunrise yang malu-malu tapi mau. Halah



Bukan setengah tiang lho ya, tiangnya aja itu yang ditambahin

Kami sarapan dengan jajanan seadanya dan minum sedikit, karena stok air yang terbatas. Oiya, tidak lupa kami ingatkan sama sekali tidak ada sumber air selama di jalur pendakian Gunung Penanggungan, kecuali di warung pos 2 tersedia air mineral yang dijual di sana.


Turun Puncak Pelan-Pelan Super Hati-Hati, Istirahat di Tenda di Puncak Bayangan

Sudah puas berfoto-foto dan menghangatkan badan, pukul 07.00 kami turun ke camp. Harus hati-hati saat turun dari puncak, karena batu-batuan kerikil rawan menyebabkan kita terpeleset. Di medan dan kemiringan seperti ini bisa saja terjadi kecelakaan yang fatal. Beberapa waktu sebelumnya terjadi kecelakaan pendaki yang turun dari puncak karena terpeleset batu kerikil.


Santai di atas batu

Pukul 08.00 kami baru sampai di camp Puncak Bayangan karena sepanjang jalan kami berjalan dengan sangat hati-hati dan diselingi dengan berfoto riaaa (hehe). Di camp kami beristirahat dan membuat makanan sebagai asupan untuk turun gunung nantinya. Sambil santai dan sarapan kami kemudian bersiap untuk turun. Pukul 09.00 kami sudah siap berpamitan dengan Puncak Penanggungan dan Puncak Bayangan.

Selama perjalanan turun, kami diharuskan berjalan pelan dikarenakan jalan begitu licin dan agak berlumpur akibat hujan deras semalam, sehingga akan menyita banyak waktu kami. Tidak apa-apa yang penting perjalanan pulang bisa selamat sampai tujuan.

Tidak lama kami beristirahat di antara pos-pos peristirahatan karena cuaca tidak terlalu terik sehingga membuat badan kami merasa sejuk dan tidak terlalu lelah. Namun kaki terasa begitu pegal karena jalanan menurun tak kunjung habis (dasar kaki manja! hehe).


Sampai di pos perijinan Pendakian Gunung Penanggungan via Tamiajeng, Leganya, Tapi Kaki Lemas

Tepat pukul 12.30 kami tiba di pos 1 untuk melapor. Setelah itu kami beristirahat di warung dekat pos dan membeli soto. Betapa nikmatnya makanan tersebut hingga kami merasa begitu puas. Sambil bergantian, saya, Eki, dan Alin mandi kemudian sholat Dhuhur.

Kami bersantai di sini agak lama karena tempat yang nyaman dan fasilitas yang cukup memanjakan kami pendaki Gunung Penanggungan. Ada kamar mandi yang banyak, musholla, warung makan dengan menu pilihan yang beragam, tempat istirahat yang luas, area parkir yang aman, yaa intinya kami kerasan lah! Hehehe, jadi males pulang terlebih juga karena rumah kami yang agak jauh di sana.

Hingga tiba pukul 02.30 kami sudah bersiap pulang ke kota masing-masing. Eki langsung pulang ke Malang lewat jalur jalan raya Mojokerto - Pasuruan. Sedangkan saya dan Alin pulang lewat jalur Mojosari. Kami pun tiba di Pare Kediri pukul 06.00 dengan selamat. Selesai.

Kondisi setelah mandi, wangi dan segar seperti semula

Bonus

Bonus lagi

Lagi-lagi Bonus
Advertisement
Disqus Comments